Wednesday, May 29, 2013

Mengenal Inovasi Bahan Bakar Nuklir


Teknik Difraksi Neutron dalam Analisis Fasa dan Sifat Kekerasan Paduan ZrNbMoGe 
untuk Kelongsong Bahan Bakar Nuklir

Oleh:  Dr. Parikin, Dr. B. Bandriyana dan Dr. A. H. Ismoyo
(BATAN)

Bahan bakar nuklir adalah semua jenis material yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi nuklir, demikian bila dianalogikan dengan bahan bakar kimia yang dibakar untuk menghasilkan energi. 

Hingga saat ini, bahan bakar nuklir yang umum dipakai adalah unsur berat fissi yang dapat menghasilkan reaksi nuklir berantai di dalam reaktor nuklir;Bahan bakar nuklir dapat juga berarti material atau objek fisik (sebagai contoh bundel bahan bakar yang terdiri dari batang bahan bakar yang disusun oleh material bahan bakar, bisa juga dicampur dengan material struktural, material moderator atau material pemantul (reflector) neturon. 

Bahan bakar nuklir fissil yang seirng digunakan adalah 235U dan239Pu, dan kegiatan yang berkaitan dengan penambangan, pemurnian, penggunaan dan pembuangan dari material-material ini termasuk dalam siklus bahan bakar nuklir. Siklus bahan bakar nuklir penting adanya karena terkait dengan PLTN dan senjata nuklir.





Proses dan Siklus Bahan Bakar Nuklir

The most common fissile nuclear fuels are uranium-235 (235U) and plutonium-239 (239Pu). The actions of mining, refining, purifying, using, and ultimately disposing of nuclear fuel together make up the nuclear fuel cycle.

Not all types of nuclear fuels create power from nuclear fission. Plutonium-238 and some other elements are used to produce small amounts of nuclear power by radioactive decay in radioisotope thermoelectric generators and other types of atomic batteries. Also, light nuclides such as tritium (3H) can be used as fuel for nuclear fusion.

Nuclear fuel has the highest energy density of all practical fuel sources.


According to the International Nuclear Safety Center the thermal conductivity of uranium dioxide can be predicted under different conditions by a series of equations.
The bulk density of the fuel can be related to the thermal conductivity
Where ρ is the bulk density of the fuel and ρtd is the theoretical density of the uranium dioxide.
Then the thermal conductivity of the porous phase (Kf) is related to the conductivity of the perfect phase (Ko, no porosity) by the following equation. Note that s is a term for the shape factor of the holes.
Kf = Ko(1 − p/1 + (s − 1)p)
Rather than measuring the thermal conductivity using the traditional methods in physics such as Lees' disk, the Forbes' method or Searle's bar it is common to use a laser flash method where a small disc of fuel is placed in a furnace. 

After being heated to the required temperature one side of the disc is illuminated with a laser pulse, the time required for the heat wave to flow through the disc, the density of the disc, and the thickness of the disk can then be used to calculate and determine the thermal conductivity.
λ = ρCpα
If t1/2 is defined as the time required for the non illuminated surface to experience half its final temperature rise then.
α = 0.1388 L2/t1/2
  • L is the thickness of the disc

Semoga Bermanfaat

Photo oleh: A.N. at Nuclear Energy Conference 

Sumber:




http://nuclearscienceandtechnology.blogspot.com/  (Sekolah Sains dan Teknologi Nuklir)

http://ocw.mit.edu/courses/nuclear-engineering/ (Nuclear Engineering OpenCourseWare from MIT)

http://fisika.upi.edu/ (Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia)

Wednesday, May 22, 2013

Pembangkit Listrik Tenaga Fusi Nuklir

Para Ilmuwan Indonesia Pasti Bisa Membangun Reaktor Fusi untuk Penelitian di masa Depan

Cieeeee Ehem Meng-Gaya di Depan Papan Tulis Nich @_@

Intro:

Fusion power is the power generated by nuclear fusion processes. In fusion reactions, two light atomic nuclei fuse together to form a heavier nucleus (in contrast with fission power). In doing so they release a comparatively large amount of energy arising from the binding energy due to the strong nuclear force which is manifested as an increase in temperature of the reactants. Fusion power is a primary area of research in plasma physics.


Buku Putih Penelitian, Pengembangan Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Energi Baru Dan Terbarukan Untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2005 - 2025

Disusun oleh:
Prof. Ir. Kusmayanto Kadiman, M.Sc., Ph.D.
[Seorang Ilmuwan Fisika Nuklir, Mantan Rektor dan Menteri Negara Riset-Teknologi]

Unduk Buku Putih Energi dari BATAN


Naiknya harga minyak mentah boleh jadi membawa berkah besar bagi negara-negara pengekspor minyak seperti OPEC. Namun di lain pihak, terutama negara-negara industri maju, kenaikan harga minyak dapat membawa bencana besar bagi perekonomian mereka. 

Sumber bahan bakar alternatif yang handal selain bahan bakar fosil ini memang merupakan impian bagi mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan bakar minyak (BBM) merupakan sumber energi terbesar yang dimanfaatkan manusia, terutama untuk masalah transportasi. 

Namun, tidak dapat dipungkiri pula bahwa BBM akan segera habis jika pola kenaikan pemakaian BBM seperti saat ini tidak dapat diubah. Di sisi lain, dengan gaya hidup manusia sekarang pembakaran BBM telah meningkatkan kadar CO2 di atas permukaan bumi yang memicu efek rumah kaca berupa kenaikan temperatur dan cenderung untuk mendestabilisasi pola cuaca. 

Sumber energi batubara yang menjadi andalan banyak negara (karena cadangan cukup berlimpah) memiliki dampak lingkungan yang jauh lebih besar. Sementara itu, teknologi energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti energi surya, air, angin, pasang surut, biomassa, dan geotermal sudah secara masif dikembangkan.

Namun kelemahan energi jenis ini adalah pada masalah efisiensi serta cadangan sumber yang bervariasi di atas permukaan bumi. 

Beberapa di antaranya seperti energi surya, air dan angin, sangat dipengaruhi oleh pola cuaca setempat.

Dengan teknologi yang ada saat ini, energi-energi tersebut dapat memenuhi kebutuhan negara-negara dengan populasi yang tersebar, namun sulit untuk menyediakan energi bagi populasi padat terkonsentrasi dengan kebutuhan energi per jiwa cukup tinggi seperti di negara-negara industri. 

Energi nuklir fisi (nuklir konvensional yang ada sekarang) dapat dianggap sebagai solusi intermediate karena cadangan bahan bakarnya cukup berlimpah. Namun, isu radiasi serta limbah nuklir yang menjadi sangat sensitif di masyarakat (serta sering dipolitisir) telah secara signifikan menekan perkembangan teknologi jenis ini. Apalagi jika dikaitkan dengan isu terorisme, tampaknya masa depan energi nuklir fisi sulit diramalkan menjadi baik. 


Para Ilmuwan Sedang Membangun Reaktor Fusi di ITER Prancis

Reaksi Fusi dan Keunggulannya

Reaksi fusi merupakan reaksi yang membuat matahari serta bintang-bintang di jagat raya ini bercahaya. Reaksi jenis ini hanya dapat berlangsung jika temperatur, tekanan dan kerapatan bahan bakar ekstrim tinggi. Di dalam inti matahari, misalnya, temperatur antara 15 - 20 juta derajat Celsius, tekanan gravitasi sekitar seperempat triliun atmosfir, serta kerapatan yang mencapai delapan kali kerapatan emas, telah menjamin berlangsungnya fusi inti-inti hidrogen menjadi inti helium secara kontinu selama milyaran tahun. 

Temperatur dan tekanan ekstrim tersebut diperlukan dalam reaksi fusi untuk mengatasi gaya tolak menolak Coulomb akibat muatan proton yang menjadi luar biasa besar untuk jangkauan reaksi nuklir. Pada bintang-bintang yang lebih besar, temperatur, tekanan dan kerapatan mereka dapat lebih besar dari angka-angka di atas. Tentu saja kondisi tersebut sulit dicapai di atas permukaan bumi, sehingga proses lain harus dicari. 

Nukleus-nukleus ringan yang memiliki energi ikat rendah cenderung untuk berfusi menjadi nukleus yang lebih berat karena energi ikatnya lebih tinggi. Tingginya energi ikat menggambarkan kestabilan nukleus. Sebaliknya, dengan alasan yang sama, nukleus berat (misalnya 239Pu) cenderung untuk berfisi (pecah) menjadi nukleus-nukleus yang lebih ringan. 

Salah satu reaksi fusi yang saat ini serius dipertimbangkan adalah penggabungan nukleus deuterium (D) dan tritium (T). Reaksi DT ini memiliki peluang lebih besar dibandingkan dengan reaksi DD atau Da (a adalah nukleus helium). Selain itu cadangan bahan bakar (D dan T) sangat berlimpah. 

Deuterium dapat diekstraksi dari air melalui metode elektrolisis. Setiap satu meter kubik air mengandung 30 gram deuterium, sehingga jika seluruh listrik di muka bumi ini dibangkitkan oleh reaktor fusi maka cadangan deuterium akan mencukupi kebutuhan lebih dari sejuta tahun. Tritium tidak tersedia secara alami, melainkan harus diproduksi (dibiakkan) dalam reaktor dengan lithium. 

Lithium adalah metal yang paling ringan yang cukup banyak ditemukan pada kulit bumi serta dalam konsentrasi rendah di lautan. Cadangan lithium yang telah diketahui hingga saat ini dapat mencukupi kebutuhan selama lebih dari 1000 tahun.


Arc Reactor the Fictional Power Source
[Reaktor Fusi Mini Buatan Tony Stark]

Lithium akan dibuat menjadi selimut (blanket) reaktor seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Reaksi fusi DT akan menghasilkan  a  dan neutron n. Neutron ini akan bergerak keluar plasma (atom-atom helium dan tritium yang telah kehilangan elektron akibat temperatur sangat tinggi) dan diserap oleh selimut  lithium yang selanjutnya menghasilkan T dan a. Kedua jenis reaksi tersebut berlangsung bergantian menghasilkan energi yang dapat diserap oleh dinding reaktor,


D + T --> alpha + n + energi
n + Li --> alpha + T + energi

Keuntungan lain reaktor fusi adalah rendahnya problem sampah nuklir. Dari semua bahan bakar fusi hanya tritium  yang radioaktif dengan waktu paruh (half life) 12,5 tahun. Sampah radioaktif yang serius di sini hanyalah material dinding reaktor yang menjadi radioaktif karena dihujani oleh partikel neutron. Namun radioaktivitas yang ditimbulkan akan 'cepat sekali' stabil, dalam kasus terburuk kurang dari 100 tahun.
Bandingkan dengan sampah reaktor fisi konvensional yang tetap radioaktif setelah jutaan tahun. Dengan demikian mayoritas sampah fusi dapat dikubur tidak terlalu dalam dan dapat relatif dengan cepat dilupakan.

Selain itu reaksi fusi secara inheren sangat aman. Kegagalan dalam bentuk apapun akan cepat mengkontaminasi plasma dalam reaktor yang berakibat padamnya reaksi fusi. Tidak ada reaksi berantai di sini yang dapat tumbuh secara eksponensial akibat kegagalan pengendalian titik kritis seperti pada reaktor fisi.

Dari penjelasan tersebut tampak bahwa reaktor fusi merupakan pembangkit energi (listrik ataupun termal) impian. Tidak ada emisi CO atau CO2 dan dampak lingkungannya jauh di dalam batas toleransi. Meski demikian masih banyak problem yang harus dipecahkan ilmuwan sebelum reaktor fusi dapat beroperasi secara komersial.

Yang sangat penting saat ini adalah bagaimana melahirkan para Ilmuwan dan Engineer yang handal dalam bidang Energi Nuklir?

Sumber:

Prof. Dr. rer. nat. Terry Mart, M.Sc.

ITER

https://en.wikipedia.org/wiki/Fusion_power

Kunjungi Juga:

National Fusion Laboratory [Sebuah Ide Pembuatan Reaktor Fusi Nuklir Riset di Indonesia]

To Be Continued

Saturday, May 18, 2013

Apa itu Explosive Material?

"Nuclear energy is the scientific achievement of the Iranian nation." 
~Dr. Mahmoud Ahmadinejad, Sang Singa Padang Pasir~


"Getih nu ngocor kudu kabayar 
Hutang getih di bayar getih 
 Cunuk kana mangsana, ninggang kana waktuna 
Pikeun ngabales kanyeri, pikeun ngabayar kangewa 
Hutang uyah di bayar uyah 
Hutang Pati di bayar Pati"

Sebuah lirik hariring yang sangat keras, mengapa ada lirik begitu keras keluar dari budaya Sunda, padahal orang-orang Sunda terkenal akan budi-nya yang ramah tamah dan sangat cinta alam serta perdamaian?

Ternyata ada pergeseran budaya yang tengah terjadi pada budaya kita.

Budaya kekerasan dan permusuhan tengah merasuki masyarakat kita.

Anak-anak dan remaja telah digiring oleh sesuatu untuk membenci kalangan tertentu yang bisa menjadi permusuhan turun-temurun. 

Games, Permaianan anak-anak telah mengubah pola pikir mereka menjadi manusia-manusia yang menyukai peperangan dan pertumpahan darah.

Namun sejatinya masyarakat tanah air adalah bangsa yang cinta damai tapi juga adalah bangsa yang gagah dan tidak mau di jajah oleh bangsa-bangsa asing lagi.

Oleh karena itu setiap potensi ancaman harus di-respon secara cepat dan tepat serta bijaksana.


Akhir-akhir ini media massa dipenuhi dengan berita peledakan bom di mana-mana, mulai dari Suriah, Irak, Pakistan, Amerika bahkan sebagian wilayah Eropa, ada apa ini sebenarnya?

Kisah peledakan yang menghilangkan nyawa banyak orang di Indonesia tahun-tahun lalu jangan sampai terulang kembali. Sistem keamanan yang memungkinkan antisipasi akan datangnya serangan mendadak perlu diperkuat.

Di bahawh ini kami akan sajikan beberapa pengetahuan seputar bahan-bahan yang dapat menimbulkan ledakan dahsyat berbahaya.


Mengenal Bahan-Bahan Peledak

An explosive material, also called an explosive, is a reactive substance that contains a great amount of potential energy that can produce an explosion if released suddenly, usually accompanied by the production of lightheatsound, and pressure. An explosive charge is a measured quantity of explosive material.
This potential energy stored in an explosive material may be:
Explosive materials may be categorized by the speed at which they expand. Materials that detonate (explode faster than the speed of sound) are said to be "high explosives" and materials that deflagrate are said to be "low explosives". Explosives may also be categorized by their sensitivity. Sensitive materials that can be initiated by a relatively small amount of heat or pressure are primary explosives and materials that are relatively insensitive are secondary or tertiary explosives.
A wide variety of chemicals can explode; a smaller number are manufactured in quantity as explosives. The remainder are too dangerous, sensitive, toxic, expensive, unstable, or decompose too quickly for common usage.

Applications:


Military



Civilian


Safety



"Hidup ini saling berbagi & saling memberi. Tak perlu saling menyakiti. Menjadi mulia, jika saling bertenggang rasa."
~Jendral Purn. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A.~

Substansi bahan peledak dapat dibedakan berdasarkan efek reaksi, kompisisi dan kegunaannya. Bahan peledak untuk kepentingan militer dibagi menjadi bahan peledak kekuatan tinggi (PKT, efek ledakannya ekstrim ) serta bahan peledak kekuatan rendah (PKR, terdiri dari materi yang mudah terurai). 

Sekalipun disebut PKR, namun dalam beberapa kondisi tertentu jenis bahan peledak ini dapat menimbulkan efek yang setara dengan PKT. Berdasarkan kompisisi bahan peledak dibedakan menjadi bahan peledak campuran (BPC) dan bahan peledak senyawa. 

Sementara itu berdasarkan kegunaannya, bahan peledak dibedakan sebagai : 

Pembakar dan Bahan Peledak Impuls:
Kategori ini menempatkan bahan peledak sebagai pencetus ledakan senjata, roket dan misil, serta torpedo. 

Hasilnya merupakan kebakaran dan masuk kedalam jenis BPR. 

Bahan Peledak Perusak:

Kategori ini menempatkan bahan peledak sebagai alat perusak. Dimanfaatkan sebagai bagian atau keseluruhan dari ranjau, bom, misil dan hulu ledak torpedo. 

Bahan Peledak Pemicu:

Untuk menghasilkan sebuah ledakan, dibutuhkan energi dalam bentuk tertentu. Bagian pembakar akan dipicu oleh pemantik api, hingga hasil bakaran akan membuat bahan peledak menghasilkan ledakan yang dahsyat. 

Alat yang digunakan untuk memantik api disebut "primer". 

Sementara alat yang memicu reaksi ledakan disebut sebagai "detonator" 

Bahan Peledak Pendukung:

Kategori ini memasukkan bahan peledak sebagai alat pembakar yang relatif tidak sensitif dan membutuhkan bantuan untuk menghasilkan reaksi ledakan. 

Bahan Peledak Pendukung beserta alat pembakarnya disebut sebagai pemicu ledakan dan terdiri dari materi penghasil api yang mampu menyelimuti bagian pembakar.

Istilah Booster diberikan kepada Bahan Peledak Pendukung yang digunakan bersama-sama dengan Bahan Peledak Perusak dan menghasilkan jenis bahan peledak yang sangat sensitif. 

Substansi Piroteknik:

Substansi Priteknik biasanya digunakan oleh kalangan militer sebagai alat untuk membantu penglihatan atau sebagai pemicu dari beberapa jenis senjata.

Komposisi yang ada termasuk kedalam PKR karena reaksi pembakaran yang dihasilkan cukup rendah. 

Karakteristik yang dimiliki adalah intensitas cahaya ( pencahayaan), masa pembakaran, warna dan efisiensi cahaya yang diproduksi. Untuk kepentingan militer biasanya ditambahkan bahan peledak dalam takaran tertentu yang disesuaikan dengan jenis bakaran yang diinginkan. 

Bahan kimia untuk kepentingan militer merupakan substansi yang mampu memberikan efek melumpuhkan atau menghalau musuh, reaksi asap, dan efek bakar, bahkan kombinasi dari kesemuanya.

Bahan kimia ini terdiri dari senyawa dan campuran selain substansi piroteknik dan digunakan sebagai pengisi perangkat artileri, mortar, ranjau, granat, roket dan bom.

Bahan kimia tersebut dibedakan berdasarkan tujuan taktis, efek psikologis dan tujuan penggunaan. 

Gas Militer:

Gas militer merupakan bahan kimia atau kombinasi bahan kimia yang mampu menghasilkan efek racun maupun gangguan psikologis. 

Dapat berbentuk padat, cair maupun gas, sebelum maupun setelah digunakan. 

Termasuk kedalam golongan reaksi panjang, apabila masih efektif setelah 10 menit digunakan, atau merupakan golongan reaksi pendek bila menjadi tidak efektif setelah berselang 10 menit dari penggunaannya. Gas militer kan dibedakan lagi berdasarkan reaksi racun serta gangguan yang dihasilkan. 

Selimut Asap:

Merupakan awan asap yang terdiri dari baik partikel padat maupun cair, bahkan keduanya yang memuai di udara. 

Pemantik: 

Sebuah pemantik dapat berbentuk padat, cair maupun gel semiplastik yang dapat menghasilkan api dan membakar bahan bakaran karena sifat dasarnya yang mudah terbakar, yang juga dimanfaatkan untuk melukai atau melumpuhkan musuh. 

Gas Militer Tersimulasi:

Bahan kimia dari gas militer tersimulasi merupakan bahan dasar sebenarnya nontoksik yang biasanya digunakan untuk latihan militer.

Memaknai Kehidupan Sang Lebah


Rasulullah Saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar) Seorang mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul.

Sifat-sifat itu membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain. Sehingga di mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia lakukan, peran dan tugas apa pun yang dia emban akan selalu membawa manfaat dan maslahat bagi manusia lain.

Maka jadilah dia orang yang seperti dijelaskan Rasulullah saw., “Manusia paling baik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”

Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu

Lebah tidak pernah memulai menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa terganggu atau terancam. Dan untuk mempertahankan “kehormatan” umat lebah itu, mereka rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. 

Sikap seorang mukmin: Musuh tidak dicari. Tapi jika ada, tidak lari.

Indonesia Bisa

Semoga Kemanan dan Perdamaian Milik Kita Semua.

Amin.

Friday, May 3, 2013

Belajar IPTEK Nuklir Ke Perancis

Peta Pembangkit Tenaga Nuklir di Prancis

Dalam bidang energi, saat ini Pemerintah Perancis berusaha mengalihkan ketergantungan terhadap minyak ke pemanfaatan energi nuklir dan berhasil menurunkan proporsi minyak bumi dalam konsumsi energi final dari 71% (1973) menjadi 39% (2003). Perancis merupakan negara dengan pemanfaatan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di dunia dan peringkat dua dunia dalam kapasitas total nuklir terinstal.


Nuclear Power in France

   *France derives over 75% of its electricity from nuclear energy. This is due to a long-standing policy based on energy security.
   *France is the world's largest net exporter of electricity due to its very low cost of generation, and gains over EUR 3 billion per year from this.
   *France has been very active in developing nuclear technology. Reactors and fuel products and services are a major export.
   *It is building its first Generation III reactor and planning a second.
   *About 17% of France's electricity is from recycled nuclear fuel.


Perancis merupakan negara yang memiliki reaktor nuklir paling banyak kedua di dunia, yaitu sebanyak 59 reaktor nuklir. Perancis dipaksa memiliki banyak reaktor nuklir, karena negara ini tidak memiliki sumber daya energi yang berupa minyak, sebagai sumber energi tersebut. 

Pembangkit Tenaga Nuklir Perancis menghasilkan energi 540,6 Twh (540,6 Milyar Watt Jam) dan telah memenuhi sebanyak 78,8 % kebutuhan energi listrik di Perancis, angka ini adalah persentase tertinggi di dunia. Sehingga tarif listrik di Perancis merupakan yang termurah di Eropa. 

Sedangkan Amerika Serikat, mempunyai 104 reaktor nuklir, Amerika adalah negara yang paling banyak memiliki reaktor nuklir, yaitu sebanyak 104 reaktor nuklir komersial. Sebanyak 69 merupakan reaktor air bertenaga dan 35 reaktor air mendidih. 

Ada sebanyak 65 pembangkit listrik tenaga nuklir yang telah memiliki lisensi untuk beroperasi. Pembangkit tersebut menghasilkan energi listrik sebesar 806,2 Twh dan telah mensuplai 19,6 % kebutuhan listrik total di seluruh AS pada tahun 2008.



Bagaimana Bisa Negeri Eiffel ini Maju dalam Bidang Iptek Nuklir?

Sejarah

France has a long relationship with nuclear power, starting with Henri Becquerel's discovery of natural radioactivity in the 1890s and continued by famous nuclear scientists like Pierre and Marie Curie.

Before World War II, France had been heavily involved in nuclear research through the work of the Joliot-Curies. In 1945 the Provisional Government of the French Republic (GPRF) created the Commissariat à l'Énergie Atomique (CEA) governmental agency, and Nobel prize winner Frédéric Joliot-Curie, member of the French Communist Party (PCF) since 1942, was appointed high-commissioner.

He was relieved of his duties in 1950 for political reasons, and would be one of the 11 signatories to the Russell-Einstein Manifesto in 1955. The CEA was created by Charles de Gaulle on October 18, 1945. Its mandate is to conduct fundamental and applied research into many areas, including the design of nuclear reactors, the manufacturing of integrated circuits, the use of radionucleides for medical treatments, seismology and tsunami propagation, and the safety of computerized systems.

Nuclear research was discontinued for a time after the war because of the instability of the Fourth Republic and the lack of finances available. However, in the 1950s a civil nuclear research program was started, a by-product of which would be plutonium.

In 1956 a secret Committee for the Military Applications of Atomic Energy was formed and a development program for delivery vehicles started. In 1957, soon after the Suez Crisis and the diplomatic tension with both the USSR and the United States, French president René Coty decided the creation of the C.S.E.M. in the then French Sahara, a new nuclear tests facility replacing the C.I.E.E.S. See France and nuclear weapons.


The first nuclear power plant in France was opened in 1962.

Strategi dan Rencana Messmer 

As a direct result of the 1973 oil crisis, on March 6, 1974 Prime Minister Pierre Messmer unexpectedly announced what became known as the 'Messmer Plan', a huge nuclear power program aimed at generating all of France's electricity from nuclear power. At the time of the oil crisis most of France's electricity came from foreign oil, and while it was strong in heavy engineering capabilities, France had few indigenous energy resources.


The announcement of the Messmer Plan, which was imposed without public or parliamentary debate, also led to the foundation of the Groupement des scientifiques pour l'information sur l'énergie nucléaire (Association of Scientists for Information on Nuclear Energy), formed after around 4,000 scientists signed a petition of concern over the government's action, known as the Appeal of the 400 after the 400 scientists who initially signed it.


The plan envisaged the construction of around 80 nuclear plants by 1985 and a total of 170 plants by 2000. Work on the first three plants, at Tricastin, Gravelines, and Dampierre started the same year and France installed 56 reactors over the next 15 years.



Para Pelajar Mengunjungi Fasilitas Penelitian Nuklir dan Fisika Partikel di CERN

Ekonomi dan Manajemen Energi Nuklir Prancis

Électricité de France (EDF) the country's main electricity generation and distribution company — manages the country's 59 nuclear power plants. EDF is substantially owned by the French Government, with around 85% of EdF shares in government hands . 78.9% of Areva shares are owned by the French public sector company CEA and are therefore in public ownership EdF remains heavily in debt. Its profitability suffered during the recession which began in 2008. It made €3.9 billion in 2009, which fell to €1.02 billion in 2010, with provisions set aside amounting to €2.9 billion.

The Nuclear industry has been accused of significant cost overruns and failing to cover the total costs of operation, including waste management and decommissioning.

In 2001, nuclear construction and services company Areva was created by the merger of CEA Industrie, Framatome and Cogema (now Areva NC). Its main shareholder is the French owned company CEA, but the German government also holds, through Siemens, 34% of the shares of Areva's subsidiary, Areva NP, in charge of building the EPR (third-generation nuclear reactor).


EdF said its third-generation nuclear reactor EPR project at its Flamanville, northern France, plant will be delayed until 2016, due to "both structural and economic reasons," which will bring the project's total cost to EUR8.5 billion.

Similarly, the cost of the EPR to be built at Olkiuoto, Finland has escalated. Areva and the utility involved "are in bitter dispute over who will bear the cost overruns and there is a real risk now that the utility will default. In contrast, the other reactors at Taishan in Guangdong, China are ahead or on schedule. The estimated completion is expected at 46 months, considerably faster then in France or Finland.

EdF has suggested that if the political environment causes the EPR costs to overrun, the design would be replaced with a cheaper and simpler Franco-Japanese design, the Atmea for which the design will be completed by 2013, or the already operating Franco-Chinese design, the CPR-1000.

Reaktor-Reaktor Fusi 
While fusion power is not expected to be feasible for many more decades, France has shown promise to be a forerunner in the technology by winning the bid to host the ITER reactor in Cadarache. The ITER should start actual fusion around 2018. However, ITER does not plan to generate any commercially available energy. Instead the construction of another plant, named DEMO, will test the feasibility of commercial fusion, before it is integrated into the energy grid.



Video Pembuatan Reaktor Fusi Nuklir di Prancis

Semoga Bermanfaat

Menuju Kemerdekaan Energi di Indonesia 

Sumber:

http://en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_power_in_France
http://www.iter.org/
http://www.esdm.go.id/
http://www.world-nuclear.org/
http://home.web.cern.ch/

Wednesday, May 1, 2013

Strategi Menghapus Senjata Pemusnah Massal III

Strategi Penghapusan Senjata Pemusnah Massal

Arms control is a term for restrictions upon the development, production, stockpiling, proliferation, and usage of weapons, especially weapons of mass destruction. Arms control is typically exercised through the use of diplomacy which seeks to impose such limitations upon consenting participants through international treaties and agreements, although it may also comprise efforts by a nation or group of nations to enforce limitations upon a non-consenting country.

On a national or community level, arms control can amount to programs to control the access of private citizens to weapons. This is often referred to as gun politics, as firearms are the primary focus of such efforts in most places.


Sejumlah Pemimpin Dunia Hadir dalam Acara Nuclear Security Summit
di Seoul Korea Selatan

Banyak sudah definisi yang diberikan kepada kata “pengawasan senjata” atau “arms control”.  Evans dan Newnham (1998: 33), misalnya, mendefinisikan “pengawasan senjata” sebagai upaya yang dilakukan dengan maksud membatasi kegiatan untuk memperoleh, mengembangkan serta menggunakan kemampuan militer.  Dougherty dan Pfaltzgraff, Jr (1990: 413), sebagai contoh lainnya, menyatakan bahwa “pengawasan senjata” merupakan  semacam kebijakan yang bertujuan membatasi atau mengatur kualitas disain, kuantitas produksi, metode pengembangan, perlindungan, pengawasan, penyerahan, perencanaan, ancaman maupun penggunaan kekuatan dan senjata militer.

Sebuah definisi lain menyatakan bahwa  “pengawasan senjata” merupakan sebuah istilah yang mengacu pada upaya pembatasan terhadap pengembangan, pembuatan, penimbunan, penyebarluasan serta penggunaan senjata, utamanya adalah  senjata pemusnah massal.

Dari tiga contoh definisi di depan, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya “pengawasan senjata” merupakan kebijakan yang bertujuan membatasi persenjataan: semenjak pembuatan sampai penggunaannya, baik yang menyangkut aspek kualitas maupun kuantitas.

Dengan adanya pembatasan persenjataan ini, maka diharapkan akan tercipta kondisi stabilitas militer.

Andaikata kondisi seperti ini terjadi, diperkirakan kekerasan dalam hubungan antar negara akan menurun dan kesempatan tercapainya perdamaian akan meningkat.

Ada kata/istilah  lain yang mempunyai hubungan dekat dengan pengawasan senjata, akan tetapi mempunyai pengertian berbeda, yakni “perlucutan senjata”. Menurut Dougherty dan Pfaltzgraff, Jr (1990: 413), “perlucutan senjata” adalah penghancuran senjata serta pelarangan pembuatan senjata pada masa yang akan datang. Sedangkan Evans dan Newnham (1998: 131) menyatakan bahwa “perlucutan senjata” itu merupakan proses sekaligus tujuan.

Sebagai suatu proses, perlucutan senjata mencakup di dalamnya pengurangan ataupun  penghapusan/ penghancuran system persenjataan tertentu. Sebagai tujuan, perlucutan senjata melingkupi di dalamnya pembentukan suatu dunia tanpa senjata serta pencegahan upaya mempersenjatai kembali dunia pada masa-masa selanjutnya.

Disamping mempunyai persamaan, antara pengawasan senjata dan perlucutan senjata juga mempunyai perbedaan.  Persamaannya, keduanya mempunyai tujuan memperkecil kemungkinan terjadinya perang. Para pendukung perlucutan senjata berasumsi jika senjata mengakibatkan terjadinya perang, maka dengan mengurangi jumlah senjata, kemungkinan terjadinya perang juga berkurang.

Sedangkan tujuan  pengawasan senjata, menurut para pendukungnya, adalah untuk menyetabilkan persaingan militer antar negara. Dalam suasana seperti ini, perasaan takut satu Negara terhadap Negara lain tidak begitu tinggi. Konsekwensinya, peluang terjadinya perang antar Negara tidak begitu tinggi pula.

Persamaan lain adalah keduanya bertujuan menurunkan anggaran pertahanan dan keamanan. Dengan melakukan pembatasan maupun pengurangan senjata, bahkan, memusnahkan senjata, maka biaya yang digunakan untuk keperluan militer mengalami penurunan. Sedangkan anggaran yang diperlukan untuk kebutuhan non militer bisa dinaikkan.

Sedangkan perbedaannya, perlucutan senjata jauh lebih ambisius dibandingakan dengan pengawasan senjata (Lamb 1988: 19 – 20).

Beberapa Pendekatan dalam Pengawasan dan Pelucutan Senjata.

Bahwa kegiatan pengawasan senjata telah berlangsung berabad-abad. Dengan demikian, tentu saja sudah banyak perjanjian yang dibuat  Negara yang berkepentingan dengan persoalan pengawasan senjata. Berikut disampaikan beberapa pendekatan utama yang berkaitan dengan pengawasan senjata.

Pertama, pendekatan kualitatif.  Dalam hal ini, dua Negara atau lebih yang terlibat di dalam perjanjian membuat kesepakatan menyangkut jenis persenjataan yang akan dibatasi. Sebagai contoh, pada waktu diselenggarakan World Disarmament Conference tahun 1932, Inggris mengajukan usulan penggolongan kualitas persenjataan menjadi dua, yakni senjata offensive dan senjata defensive (Hughes 1994: 135). Ada upaya pada waktu itu untuk memasukkan senjata kimia dan biologi ke dalam senjata offensive.

Kesepakatan pengawasan senjata internasional yang telah dicapai dan berkaitan dengan pendekatan kualitatif, contohnya, adalah Chemical Weapons Treaty tahun 1992. Traktat  yang bersifat multilateral ini berisi kesepakatan berbagai Negara untuk menghentikan produksi serta meniadakan penimbunan senjata-senjata kimia. Terlebih dari itu, traktat ini juga menyepakati adanya ijin inspeksi di lapangan terhadap senjata-senjata yang dicurigai sebagai senjata kimia.

Contoh lainnya adalah Environmental Modification Traety yang disepakati tahun 1977. Traktat tersebut berisi ketentuan bahwa Negara-negara penandatangan tidak akan membuat senjata yang akan dapat mengubah atau merusak lingkungan.

Kedua, pendekatan kuantitatif. Dalam hal ini, Negara-negara peserta perjanjian sepakat untuk membatasi jumlah persenjataan yang dibuat ataupun yang dimiliki. Tahun 1922, sebagai contoh, the Washington Naval Conference menyetujui adanya pembatasan produksi kapal perang serta pesawat pengangkut untuk sepuluh tahun kemudian.  Contoh lainnya, pada tahun 1990 NATO dan Pacta Warsawa menandatangani Agreement on Conventional Armed Forces in Europe (CFE). Disitu mereka sepakat untuk membatasi serta mengurangi secara substansial senjata  mereka masing-masing  sampai pada level tertentu.

Ketiga, pendekatan anggaran atau budgetair. Menurut perjanjian ini, Negara-negara yang terlibat dalam perundingan sepakat untuk membatasi anggaran atau budget pertahanan masing-masing. Akan tetapi, pada umumnya dalam perjanjian ini, Negara-negara peserta menentukan sendiri-sendiri batas anggaran yang mereka anggap layak.

Pada waktu diadakan Konferensi Den Haag tahun 1899, misalnya, Rusia mengusulkan pembekuan (tidak ada penambahan) anggaran pertahanan tiap-tiap Negara selama lima tahun ke depan. Sedang antara tahun 1963 – 1965, AS dan Uni Soviet pernah membicarakan pengurangan anggaran secara timbal balik. Bahkan, wakil Uni Soviet, dalam sebuah sidang Perserikatan Bangsa Bangsa pernah mengusulkan pengurangan anggaran pertahanan sebesar 10%.

Keempat, pendekatan kewilayahan. Mengacu pada perjanjian ini, Negara-negara sepakat mengadakan pengurangan ataupun pembatasan persenjataan di wilayah-wilayah tertentu. Pada tahun 1967, misalnya, 84 negara menandatangani the Outer Space Treaty. Traktat tersebut berisi larangan  penggunaan senajata nuklir di ruang angkasa. Delapan Negara, sebagai contoh lainnya, menandatangani sebuah perjanjian yang diberi nama South Pacific Nuclear Free Zone. Perjanjian yang ditandatangani tahun 1985 itu berisi ketentuan bahwa wilayah Pasifik Selatan merupakan wilayah yang bebas dari segala macam bentuk senjata nuklir.

Kelima, pendekatan komunikasi dan administrasi. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa  untuk meredakan ketegangan  internasional,  maka perlu disediakan fasilitas komunikasi dan prosedur kerjasama antar Negara (Lamb 1988: 41). Sebagai konsekwensi munculnya Krisis Kuba 1962, maka AS dan Uni Soviet sepakat membentuk “hotline”. Kesepakatan yang dibuat tahun 1963 tadi memungkinkan pemimpin puncak kedua Negara untuk melakukan kontak secara langsung manakala mereka harus segera menyelesaikan persoalan penting dan mendesak. Dengan cara seperti ini, maka ketegangan internasional dan berbagai konsekwensinya bisa dikurangi.

Keenam, pendekatan pembangunan kepercayaan. Yang dilakukan Negara-negara yang melaksanakan pendekatan ini adalah menciptakan  keterbukaaan, transparansi serta prediktabilitas. Dengan dipaparkannya kemampuan militer sebuah Negara secara obyektif kepada Negara lain maupun diijinkannya sebuah Negara melakukan inspeksi terhadap fasilitas militer Negara lain, berarti tercipta keterbukaan/transparansi  diantara mereka. Selain itu, adanya kemampuan suatu Negara meramalkan secara pasti/tepat keputusan politik Negara lain berdasar prosedur baku yang berlaku, menunjukkan adanya unsur prediktabilitas.

Keterbukaan atau transparansi serta prediktabilitas seperti ini akan memungkinkan meningkatnya rasa saling percaya antar Negara. Konsekwensinya, ketegangan antar Negara bisa diredakan. Pada tahun 1975, umpamanya, antara NATO dan Pakta Warsawa menyelenggarakan Conference on Security and Cooperation in Europe (CSCE). Dalam konperensi itu, mereka sepakat memberitahu satu sama lain 21 hari sebelumnya bila lebih dari 25 ribu pasukan mereka melakukan latihan. Disamping itu, dalam konperensi tersebut mereka sepakat dengan adanya pengawas yang berfungsi memonitor manuver pasukan yang tengah melakukan latihan militer.

Ketujuh, pendekatan horizontal dan vertikal. Bila dua Negara atau lebih sepakat melakukan pembatasan secara kualitatif dan kuantitatif pembuatan dan pengembangan senjata, maka hal ini disebut sebagai pendekatan vertikal dalam pengawasan senjata. Sedangkan bila dua Negara atau lebih sepakat untuk membatasi penjualan/pemberian senjata kepada Negara lain, maka hal ini dianggap sebagai pendekatan horizontal dalam pengawasan senjata. Contoh yang paling jelas dari pendekatan horizontal adalah the Nonproliferation Treaty (NPT), yang bermaksud mencegah Negara–negara yang tidak memiliki senjata nuklir untuk memperolehnya.

Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) perlu ditiru organisasi-organisasi lain misalnya membuat perjanjian pengubahan sejumlah hulu ledak nuklir menjadi energi dan sejumlah bahan yang dapat digunakan bagi kesejahteraan umat manusia.

Membangun Kode Etik Ilmuwan

Merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok Ilmuwan. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau masyarakat luas.

Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Maka Ilmuwan di seluruh dunia harus bersepakat bahwa mereka tidak akan mengembangkan penelitian atau riset mendalam yang menyebabkan kehancuran total bagi umat manusia.


Penulis, Guru, Ilmuwan Muda dan Teman-teman bersama Prof. Toshio Wakabayashi, M.Sc., Ph.D.
 beliau merupakan Seorang Ahli dalam Penanganan Bencana Nuklir juga 
Profesor Emeritus Fisika Nuklir di Tohoku University, Jepang.

Penutup

Berbagai perjanjian internasional telah dilakukan untuk membatasi jumlah maupun jenis senjata yang diproduksi maupun digunakan. Banyak pendekatan yang dibuat untuk mengawasi persenjataan yang diproduksi. Semuanya ini dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas militer sekaligus meredam kekerasan internasional. Namun demikian, berbagai peristiwa sejarah menunjukkan bahwa banyak perjanjian internasional yang berkaitan dengan pengawasan senjata tidak dengan sendirinya  menciptakan stabilitas dan meredakan ketegangan antar bangsa. Perang dan kekerasan masih banyak dijumpai di berbagai penjuru dunia dan nampaknya terlalu sulit dihindarkan.

Namun kita mesti optimis bahwa senjata-senjata berbahaya di dunia ini lambat laun dapat dikurangi dan dihilangkan sama sekali dari muka bumi.

Bila nafsu keinginan sudah tidak bisa terkendalikan, ia tidak lagi peduli dengan kebaikan dirinya, atau bahkan kehancuran seluruh bumi. Perang yang sesungguhnya adalah perang melawan diri sendiri, bagaimana menaklukan hawa nafsu pribadi dan mengendalikannya, pada akhirnya segala macam keuunggulan manusia tidaklah berarti apa-apa bila tidak dibarengi dengan pengendalian diri yang baik.

Jika kita saling memahami dan berkasih sayang antar sesama, menaruh kebencian dan permusuhan kedalam kotak Pandora, bukan hal yang mustahil kita dapat berdampingan bersama, penuh dengan perdamaian keadilan dan kesejahteraan.

Semoga perdamaian milik kita semua.

Dengan demikian, ajakan penggunaan senjata pemusnah massal ini adalah ajakan yang tidak benar. Menyebarkan pemikiran seperti ini dan mengajak orang untuk mengikutinya adalah termasuk tindakan membuat kekacauan, kejahatan dan kerusakan di bumi yang dilarang dan diancam dengan azab yang pedih oleh Allah.

"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-nya telinga mereka dan dibutakan-nya penglihatan mereka.” 
~Q.S. Muhammad (47) : 22 - 23)~

Wallahu a'lam.

Ucapan Terima Kasih:

1. Bapak Drs. Tri Cahyo Utomo, M.A. at Diponegoro University, atas Tulisannya: PENGAWASAN SENJATA INTERNASIONAL dan PENGURANGAN KEKERASAN
2. Kak Rezy Pradipta, M.Sc., Ph.D. (Alumni Tim Olimpiade Fisika Indonesia, Nuclear Engineering at MIT)

3. Dr. Yukiya Amano (天野 之弥 ) is the current Director General of the International Atomic Energy Agency (IAEA) & Dr. Mohamed Mustafa ElBaradei, J.S.D. (Former Director General of IAEA)

4. Prof. Mujid S. Kazimi, Ph.D. (Director, Center for Advanced Nuclear Energy Systems MIT)

5. Kak Iqbal Robiyana, S.Pd., Teh Nina Widiawati, S.Pd. dan Teh Fitria Miftasani, S.Pd. Alumni Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Mahasiswa Pascasarjana Fisika Konsentrasi Fisika Nuklir ITB dan Founder Center for Nuclear Education at Indonesia University of Education

6. Dr. Petros Aslanyan, M.Sc. (Joint Institute for Nuclear Research, Rusia & Yerevan State University)
7. Prof. Djarot Sulistio Wisnubroto, M.Sc., Ph.D. President Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)